I.
PENDAHULUAN
a. Latar
Belakang
Laut adalah kumpulan air asin yang luas dan
berhubungan dengan samudra. Air di laut merupakan campuran dari 96,5% air murni
dan 3,5% material lainnya seperti garam-garaman, gas-gas terlarut, bahan-bahan
organik dan partikel-partikel tak terlarut. Sifat-sifat fisis utama air laut
ditentukan oleh 96,5% air murni.
Laut,
menurut sejarahnya, terbentuk 4,4 milyar tahun yang lalu, dimana awalnya
bersifat sangat asam dengan air yang mendidih (dengan suhu sekitar 100 °C)
karena panasnya Bumi
pada saat itu. Asamnya air laut terjadi karena saat itu atmosfer
Bumi dipenuhi oleh karbon dioksida. Keasaman air inilah yang
menyebabkan tingginya pelapukan yang terjadi yang menghasilkan garam-garaman
yang menyebabkan air laut menjadi asin seperti sekarang ini. Pada saat itu,
gelombang tsunami sering terjadi karena seringnya asteroid menghantam Bumi.
Pasang surut laut yang terjadi pada saat itu juga bertipe mamut atau
tinggi/besar sekali tingginya karena jarak Bulan yang begitu dekat dengan Bumi.
Menurut
para ahli, awal mula laut terdiri dari berbagai versi; salah satu versi yang
cukup terkenal adalah bahwa pada saat itu Bumi mulai mendingin akibat mulai
berkurangnya aktivitas vulkanik, disamping itu atmosfer bumi pada saat itu tertutup
oleh debu-debu vulkanik yang mengakibatkan terhalangnya sinar Matahari untuk
masuk ke Bumi. Akibatnya, uap air di atmosfer mulai terkondensasi
dan terbentuklah hujan.
Hujan inilah (yang mungkin berupa hujan tipe mamut juga) yang mengisi cekungan-cekungan
di Bumi hingga terbentuklah lautan.
Secara
perlahan-lahan, jumlah karbon dioksida yang ada diatmosfer mulai berkurang
akibat terlarut dalam air laut dan bereaksi dengan ion karbonat membentuk
kalsium karbonat. Akibatnya, langit mulai menjadi cerah sehingga sinar Matahari
dapat kembali masuk menyinari Bumi dan mengakibatkan terjadinya proses penguapan
sehingga volume air laut di Bumi juga mengalami pengurangan dan bagian-bagian
di Bumi yang awalnya terendam air mulai kering. Proses pelapukan batuan terus
berlanjut akibat hujan yang terjadi dan terbawa ke lautan, menyebabkan air laut
semakin asin.
Pada
3,8 milyar tahun yang lalu, planet Bumi mulai terlihat biru
karena laut yang sudah terbentuk tersebut. Suhu bumi semakin dingin karena air
di laut berperan dalam menyerap energi panas yang ada, namun pada saat itu
diperkirakan belum ada bentuk kehidupan di bumi. Kehidupan di Bumi, menurut
para ahli, berawal dari lautan (life begin in the ocean). Namun demikian
teori ini masih merupakan perdebatan hingga saat ini.
Pada
hasil penemuan geologis di tahun 1971 pada bebatuan di Afrika
Selatan (yang diperkirakan berusia 3,2 s.d. 4 milyar tahun)
menunjukkan adanya fosil
seukuran beras dari bakteri primitif yang diperkirakan hidup di dalam lumpur
mendidih di dasar laut. Hal ini mungkin menjawab pertanyaan tentang saat-saat
awal kehidupan dan di bagian lautan yang mana terjadi awal kehidupan tersebut.
Sedangkan kelautan itu sendiri adalah ilmu yang mempelajari berbagai biota atau
makhluk hidup di laut yang perlu dimanfaatkan melalui usaha perikanan (Anonim
2010).
Sampai
pada tahun 1998, produksi perikanan laut Indonesia baru mencapai 3.616.140 ton,
atau sekitar 58,5 persen dari total potensi lestari sumberdaya perikanan laut
yang kita miliki. Dengan demikian masih terdapat 41 persen potensi yang tidak
termanfaatkan atau sekitar 2,6 juta ton per tahun.
b. Tujuan
1)
Mengetahui komponen-komponen dalam laut.
2)
Mengerti pengertian, pelestariannya, serta kegunaan
dari terumbu karang.
3)
Memahami kekuasaan Allah SWT.
4)
Memahami isi Al-Qur’an yang menyangkut dengan laut.
5)
Dapat mengerti akan pentingnya menjaga ekosistem dari
dalam laut khususnya bagi Negara
Indonesia.
c. Rumusan
masalah
1) Apa
saja komponen-komponen dalam laut?
2) Bagaimana
cara mengolah dan melestarikan laut khususnya di Indonesia?
3) Apa kegunaan laut bagi para makhluk hidup?
4) Pada
ayat dan surat apa sajakah yang mengandung isi mengenai kekuasaan Allah SWT
khususnya tentang laut?
II. TINJAUAN
PUSTAKA
Permukaan laut
ialah rata-rata
kedalaman laut. Kata 'rata-rata' harus digunakan karena kedalaman
laut berubah akibat adanya pasang surut laut. Tinggi tempat di darat (pegunungan,
negara,
dsb), biasanya diacukan ke "permukaan laut" untuk mengukur
ketinggiannya. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang
memiliki lebih kurang 17.508 pulau, dengan sekitar 6.000 di antaranya merupakan
pulau yang berpenduduk. Indonesia secara keseluruhan juga memiliki garis pantai
terpanjang di dunia yakni 81.000 km yang merupakan 14% dari garis pantai yang
ada di seluruh dunia. Luas laut Indonesia mencapai 5,8 juta km2, atau mendekati
70% dari luas keseluruhan negara Indonesia.
Iklim musiman Indonesia terkategorikan menjadi dua, yakni
musim hujan dan musim kering, yang keduanya dipisahkan oleh musim peralihan.
Musim kering secara umum berlangsung mulai Bulan Juni hingga September dan
dipengaruhi oleh massa udara dari belahan Benua Australia. Musim hujan terjadi
mulai Bulan Desember hingga Maret, dipengaruhi oleh massa udara dari Laut
Pasifik dan Benua Asia. Selama kedua musim ini, angin bergerak stabil dan
bervariasi dari yang pelan hingga cukup kencang. Musim peralihan berlangsung
mulai Bulan April hingga Mei, dan Bulan Oktober hingga November, yang umumnya
ditandai dengan pergerakan angin yang tidak stabil.
Perairan bumi dipenuhi dengan berbagai macam kehidupan. Semua
makhluk hidup pertama di Bumi ini berasal dari perairan. Hampir semua ikan hidup di dalam air,
selain itu, mamalia
seperi lumba-lumba
dan ikan paus
juga hidup di dalam air. Hewan-hewan seperti amfibi
menghabiskan sebagian hidupnya di dalam air. Bahkan, beberapa reptil seperti ular dan buaya hidup di perairan
dangkal dan lautan. Tumbuhan laut seperti alga dan rumput laut
menjadi sumber makanan ekosistem perairan. Di samudera, plankton
menjadi sumber makanan utama para ikan.
Laut Indonesia juga mengalami iklim musiman. Musim Timur Laut
ditandai dengan tekanan udara tinggi di Asia dan tekanan udara rendah di
Australia, dan terjadi pada musim hujan. Musim Tenggara berlangsung selama
beberapa bulan pada musim kering, dan ditandai oleh tekanan udara tinggi di
Australia dan tekanan udara rendah di Asia.
Ekosistem di laut Indonesia tercatat sangat bervariasi, khususnya
ekosistem pesisir. Ekosistem-ekosistem ini menopang kehidupan dari sekian
banyak spesies. Indonesia merupakan rumah bagi hutan bakau yang sangat luas dan
padang lamun, serta juga menjadi rumah bagi sebagian besar terumbu karang yang
luar biasa, yang ada di Asia.
Terumbu
Karang adalah bangunan ribuan karang yang menjadi tempat hidup berbagai ikan
dan makhluk laut lainnya. Bayangkanlah terumbu karang sebagai sebuah kota yang
sangat sibuk, bangunannya terdiri dari karang-karang, dengan ikan-ikan dan
makhluk laut sebagai penghuninya. Terumbu karang di Indonesia ditemui sangat
berlimpah di wilayah kepulauan bagian timur (meliputi Bali, Flores, Banda dan
Sulawesi). Namun juga terdapat di perairan Sumatera dan Jawa. Indonesia
menopang tipe terumbu karang yang bervariasi (terumbu karang tepi, penghalang
dan atol). Namun tipe terumbu karang yang dominan di Indonesia ialah terumbu
karang tepi.
Terumbu
karang tepi ini dapat dijumpai sepanjang pesisir Sulawesi, Maluku, Barat dan
Utara Papua, Madura, Bali, dan sejumlah pulau-pulau kecil di luar pesisir Barat
dan Timur Sumatera. Tipe Patch reefs (terumbu karang yang mengumpul) paling
baik terbentuk di wilayah Kepulauan Seribu, sedangkan terumbu karang penghalang
paling baik terbentuk di sepanjang tepi Paparan Sunda, bagian Timur Kalimantan
dan sekitar Kepulauan Togean (Sulawesi Tengah). Terdapat pula beberapa atol,
contohnya ialah Taka Bone Rate di Laut Flores merupakan atol terbesar ketiga di
dunia.
Karang yang hidup di laut, tampak terlihat seperti batuan
atau tanaman. Tetapi mereka sebenarnya adalah sekumpulan hewan-hewan kecil yang
dinamakan polip. Ada dua macam karang, yaitu karang batu (hard corals) dan
karang lunak (soft corals). Karang batu merupakan karang pembentuk terumbu
karena tubuhnya yang keras seperti batu. Kerangkanya terbuat dari kalsium
karbonat atau zat kapur. Karang baru bekerja sama dengan alga yang disebut
zooxanthellae. Karang batu hanya hidup di perairan dangkal dimana sinar
matahari masih didapatkan. Karang lunak bentuknya seperti tanaman dan tidak
bekerja sama dengan alga. Karang lunak dapat hidup baik di perairan dangkal
maupun di perairan dalam yang gelap.
III.
ISI
Kawasan
laut Indonesia saat ini sedang mengalami krisis yang menyebabkan menurunnya
kualitas lingkungan. Hal tersebut mengancam penghidupan jutaan manusia yang
tergantung secara langsung maupun tidak langsung dari sektor kelautan dan
perikanan. Praktek perikanan yang merusak, polusi, pemanasan global karena
aktivitas manusia, dan aktivitas manusia lainnya dituding menjadi penyebab
degradasi ekosistem di laut Indonesia. Salah satu solusi untuk menyelamatkan
ekosistem sekaligus manusia yang bergantung kepadanya adalah penetapan kawasan
konservasi laut. Hingga saat ini, ratusan kawasan lindung sudah dibuat. Sayangnya,
informasi mengenai kawasan tersebut masih sulit didapat di Indonesia.
Secara
umum, sumberdaya kelautan terdiri atas sumberdaya dapat pulih (renewable
resources), sumberdaya tidak dapat pulih (non-renewable resources), dan
jasa-jasa lingkungan kelautan (environmental services). Sumberdaya dapat pulih
terdiri dari berbagai jenis ikan, udang, rumput laut, termasuk kegiatan
budidaya pantai dan budidaya laut (mariculture). Sumberdaya tidak dapat pulih
meliputi mineral, bahan tambang/galian, minyak bumi dan gas. Sedangkan yang
termasuk jasa-jasa lingkungan kelautan adalah pariwisata dan perhubungan laut.
Potensi sumberdaya kelautan ini belum banyak digarap secara optimal, karena
selama ini upaya kita lebih banyak terkuras untuk mengelola sumberdaya yang ada
di daratan yang hanya sepertiga dari luas negeri ini (Rokhmin, 2008).
Implementasi
pembangunan berkelanjutan dalam bidang kelautan dilakukan melalui kegiatan
berbagai proyek pengelolaan wilayah pesisir dan lautan. Di antaranya Proyek
MREP (Marine Resources Evaluation and Planning Project) yang dilaksanakan di
sepuluh propinsi, Proyek Pesisir (CRMP) yang dilaksanakan di tiga propinsi,
Proyek Konservasi dan Pembangunan Segara Anakan (SACDP = Segara Anakan
Conservation and Development Project) di dua propinsi, Proyek Coastal Zone Land
Use and Management di Riau dan Proyek COREMAP (Coral Rehabilitation and
Management Project) yang dilaksanakan di sepuluh propinsi, dan berbagai proyek
kelautan yang dilakukan oleh sektor-sektor terkait.
Dibalik
berbagai upaya tersebut, kinerja (performance) pembangunan bidang kelautan
ditinjau dari perspektif pembangunan berkelanjutan belum optimal. Ekosistem
pesisir dan lautan yang meliputi sekitar 2/3 dari total wilayah teritorial
Indonesia dengan kekayaan alam yang sangat besar, kegiatan ekonominya hanya
menyumbangkan sekitar 12% dari total GDP nasional (PKSPL-IPB, 1998). Padahal
negara-negara yang memiliki wilayah dan potensi pembangunan kelautan yang jauh
lebih kecil dari Indonesia, seperti Norwegia, Thailand, Philipina, dan Jepang,
kegiatan ekonomi kelautannya (perikanan, pertambangan dan energi, pariwisata,
perhubungan dan komunikasi, dan industri) telah memberikan kontribusi yang
lebih besar terhadap GDP nasional mereka, yaitu berkisar antara 25-60%. Lebih
dari itu, sumberdaya perikanan kita (terutama tuna, cakalang, dan kakap laut
dalam) banyak dipanen secara illegal oleh nelayan asing (Rokhmin 2008).
Kawasan
pesisir dan laut Indonesia yang beriklim tropis, banyak ditumbuhi hutan
mangrove, terumbu karang, padang lamun (seagrass), dan rumput laut (seaweed).
Dengan kondisi pantai yang landai, kawasan pesisir Indonesia memiliki potensi
budidaya pantai (tambak) sekitar 830.200 ha yang tersebar di seluruh wilayah
tanah air dan baru dimanfaatkan untuk budidaya (ikan bandeng dan udang windu)
sekitar 356.308 ha (Ditjen Perikanan 1998). Jika kita dapat mengusahakan tambak
seluas 500.000 ha dengan target produksi 4 ton per ha per tahun, maka dapat
diproduksi udang sebesar 2 juta ton per tahun. Dengan harga ekspor yang berlaku
saat ini (US$ 10 per kilogram) maka didapatkan devisa sebesar 20 milyar dolar
per tahun. Kondisi perairan yang teduh dan jernih karena terlindung dari
pulau-pulau dan teluk juga memiliki potensi pengembangan budidaya laut untuk
berbagai jenis ikan (kerapu, kakap, beronang, dan lain-lain), kerang-kerang dan
rumput laut, yaitu masing-masing 3,1 juta ha, 971.000 ha, dan 26.700 ha.
Sementara itu, potensi produksi budidaya ikan dan kerang serta rumput laut
adalah 46.000 ton per tahun dan 482.400 ton per tahun. Dari keseluruhan potensi
produk budidaya laut tersebut, sampai saat ini hanya sekitar 35 persen yang
sudah direalisasikan. Potensi sumberdaya hayati (perikanan) laut lainnya yang
dapat dikembangkan adalah ekstrasi senyawa-senyawa bioaktif (natural products),
seperti squalence, omega-3, phycocolloids, biopolymers, dan sebagainya dari
microalgae (fitoplankton), macroalgae (rumput laut), mikroorganisme, dan
invertebrata untuk keperluan industri makanan sehat (healthy food), farmasi,
kosmetik, dan industri berbasis bioteknologi lainnya. Padahal bila dibandingkan
dengan Amerika Serikat yang memiliki potensi keanekaragaman hayati laut yang
jauh lebih rendah dibandingkan Indonesia, pada tahun 1994 sudah meraup devisa
dari industri bioteknologi kelautan sebesar 40 milyar dolar (Bank Dunia dan
Cida, 1995).
Dari
kutipan diatas, keadaan laut Indonesia termasuk memprihatinkan. Bagaimana
tidak, Negara dengan 75%nya adalah lautan, hanya menyumbangkan 12% hasil laut.
Padahal Indonesia memiliki begitu banyak laut yang dapat di fungsikan, bisa
dibilang Negara kita adalah Negara yang memiliki laut terkaya di dunia.
Kurangnya mengeksplorasi lautan, serta pesisir pantai mengakibatkan lautan kita
tidak di gunakan secara maksimal. Sifat “ingin kaya sendiri” tampaknya timbul
dari masing individu. Sedangkan para masyarakat pesisir pantai, laut dan
sekitarnya hanya termasuk golongan miskin di negeri ini.
Sebagaimana firman Allah (Q.S. Al-Hajj : 64),
“kepunyaan Allah lah yang ada di langit
dan segala yang ada di bumi. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya lagi
Maha Terpuji”. Maka tidak berhak lah kita sebagai umat manusia merasa
berkuasa akan kekayaan alam ini. Sesungguhnya semua makhluk beserta isinya
adalah milik Allah SWT. Jika Allah menghendaki hancur, maka akan hancurlah.
Kita sebagai umat manusia sebaiknya bersyukur serta menjaga sebaik-baiknya apa
yang telah diciptakan Allah SWT.
Namun
sayang, menurut (Rokhmin 2008) wilayah pesisir dan laut yang padat penduduk
atau tinggi intensitas pembangunannya, seperti sebagian kawasan Selat Malaka,
Pantai Utara Jawa, Ujung Pandang, dan pesisir Timika, telah mengalami
degradasi/tekanan lingkungan berupa pencemaran; overfishing; degradasi fisik
habitat terumbu karang, mangrove, dan lainnya pada tingkat yang telah mengancam
daya dukung kawasan tersebut untuk mendukung pembangunan ekonomi selanjutnya.
Lebih ironis lagi, penduduk pesisir sebagian besar masih merupakan kelompok
masyarakat termiskin di tanah air. Apabila kondisi semacam ini tidak segera
diperbaiki, maka dikhawatirkan kita tidak dapat memanfaatkan sumberdaya
kelautan bagi kepentingan pembangunan nasional secara optimal dan
berkesinambungan.
Di
khawatirkan kita tidak dapat memanfaatkan sumberdaya kelautan secara optimal.
Yang mendapatkan dampaknya adalah kita sendiri, dimana kekayaan laut kita hanya
dimanfaatkan oleh orang-orang illegal yang hanya membuat dia merasa untung.
Para petinggi Negara harus lebih memperhatikan pengelolaan laut beserta
ekosistemnya.
Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui semua yang ada dilangit beserta bumi ini, sebagai contoh
ditemukannya lautan yang ditengahnya terdapat perpisahan antara air laut dengan
air tawar. Kejadian ini pernah diteliti oleh para ahli, yang akhirnya mereka
tidak menemukan apa jawabannya dan ternyata kejadian tersebut berhubungan
dengan Q.S. Ar-Rahman: 19-21 yang artinya “Dia
membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu antara keduanya
ada batas yang tidak dilampaui masing-masing”. Subhanallah..
Kita
seharusnya bersyukur karena selain dianugerahi dengan laut yang begitu luas, juga
dianugerahi beraneka ragam sumberdaya ikan di dalamnya. Potensi lestari ikan
laut sebesar 6,2 juta ton, terdiri ikan pelagis besar (975,05 ribu ton), ikan
pelagis kegil (3.235,50 ribu ton), ikan demersal (1.786,35 ribu ton), ikan
karang konsumsi (63,99 ribu ton), udang peneid (74,00 ribu ton), lobster (4,80
ribu ton), dan cumi-cumi (28,25 ribu ton). Potensi sumberdaya perikanan ini
tersebar dalam sembilan wilayah pengelolaan). Masing-masing (1) Selat Malaka,
(2) Laut Cina Selatan, (3) Laut Jawa, (4) Selat Makasar dan Laut Flores, (5)
Laut Banda, (6) Laut Seram sampai Teluk Tomini, (7) Laut Sulawesi dan Samudera
Pasifik, (8) Laut Arafura dan (9) Samudera Hindia (Aziz, dkk, 1998). Apabila
potensi perikanan laut ini dikelola secara serius diperkirakan akan memberikan
sumbangan devisa sebesar US$ 10 milyar per tahun mulai tahun 2003 (Rokhmin
2008).
Kesadaran
rendah serta kepercayaan lemah, itulah yang terjadi pada para petinggi Negara
kita. Berdasarkan Q.S. At-Taubah:103, “Pungut zakat dari kekayaan mereka, berarti
kau membersihkan dan menyucikan mereka dengan zakat itu, kemudian doakanlah
mereka, doamu itu sungguh memberikan kedamaian buat mereka. Allah Maha
Mendengar, Maha Mengetahui.” Ayat di atas merupakan sumber harapan bagi
bangsa Indonesia yang telah lama merindukan kesejahteraan. Ketika kemiskinan
mendera, 34,96 juta warga miskin Indonesia hanya bisa mengurut dada. Padahal,
di setiap pundi-pundi orang kaya Indonesia tersimpan hak mereka. Seandainya itu
diamalkan, niscaya Indonesia berlimpah dana dan kemiskinan pun sirna. Maka
sudah sewajarnya lah para petinggi Negara memikirkan nasib para masyarakatnya
agar dapat makmur.
Waaww..bisa
dibayangkan betapa kayanya Negara kita hanya dengan “benar-benar” memanfaatkan
lautan, ikan-ikan, serta dijadikan tempat wisata pun laut kita sangat
berpotensi menjadi tempat wisata menyelam, dengan keanekaragaman makhluk laut
beserta terumbu karang yang terdapat didalamnya.
Lautpun
tidak hanya menjadi tempat tumbuh makhluk hidup, laut juga mengungkapkan akan
kekuasaan Allah terhadap muka bumi ini. Contoh kekuasaan Allah terhadap lautan
yang ada, pada sejumlah ilmuwan Inggris dari Leeds University menemukan sebuah
sungai besar di dasar laut hitam. Bila berada di daratan, maka sungai yang
memiliki kedalaman 115 kaki dengan lebar setengah mil itu menjadi sungai keenam
terbesar di dunia. Aliran sungai raksasa tersebut mengandung air asin dan
sedimen, jumlahnya 350 kali lebih besar dari sungai Thames di Inggris. Menurut
robot yang digunakan para ilmuwan sungai itu terbentang di dekat Turki.
Sungai ini menjadi satu-satunya sungai aktif yang ditemukan di bawah laut sejauh ini. Air sungai yang mengalir terbentang dari Selat Bosphorus dari Mediterania ke Laut Hitam. Sungai ini aktif karena air yang mengalir memiliki kandungan garam yang lebih rendah. Dr Dan Parsons, yang memimpin tim ilmuwan dari sekolah tinggi ilmu bumi dan lingkungan, mengatakan kepada Sunday Telegraph, “Air di saluran lebih padat daripada air laut sekitarnya karena memiliki salinitas yang lebih tinggi dan membawa begitu banyak sedimen.” Parsons menemukan air di sungai ini mengalir dengan kecepatan 4 mil per jam dengan jumlah 22 ribu kubik meter per detik. Jumlah ini lebih besar 10 kali dari sungai terbesar di Eropa yaitu sungai Rhine.
Sungai ini menjadi satu-satunya sungai aktif yang ditemukan di bawah laut sejauh ini. Air sungai yang mengalir terbentang dari Selat Bosphorus dari Mediterania ke Laut Hitam. Sungai ini aktif karena air yang mengalir memiliki kandungan garam yang lebih rendah. Dr Dan Parsons, yang memimpin tim ilmuwan dari sekolah tinggi ilmu bumi dan lingkungan, mengatakan kepada Sunday Telegraph, “Air di saluran lebih padat daripada air laut sekitarnya karena memiliki salinitas yang lebih tinggi dan membawa begitu banyak sedimen.” Parsons menemukan air di sungai ini mengalir dengan kecepatan 4 mil per jam dengan jumlah 22 ribu kubik meter per detik. Jumlah ini lebih besar 10 kali dari sungai terbesar di Eropa yaitu sungai Rhine.
Laut
juga sebagai sumber penghasilan yang sah. Pemanfaatan lautan sebenarnya bukan
hanya dari komponen lautan, lautan yang dipenuhi dengan makhluk-makhluk indah
dilihatpun membuat kita terpesona. Contohnya pada restoran dan bar di bawah
laut pertama di dunia, Red Sea Star Restaurant menjadi salah satu tempat makan
paling menakjubkan di Bumi yang terletak di Eliat, kota Israel selatan.
Perancangan dan perencanaan struktur restoran bawah laut ini berlangsung selama
4 tahun, pada saat itu, pembibitan karang diciptakan untuk menghidupkan kembali
kehidupan bawah laut yang indah yang pernah ada di daerah itu. Bangunan yang
sebenarnya berlangsung selama 4 tahun lagi.
Terendam
enam meter di bawah Laut Merah, restoran, bar dan fitur observatorium di bawah
laut ini, bertema desain interior dan sejumlah jendela besar yang memungkinkan
pengunjung untuk melihat surga bawah laut yang mengelilingi mereka. The Red Sea
Star adalah satu-satunya observatorium malam bawah laut didunia, menggunakan
cahaya tipis (warna tertentu dan panjang gelombang) untuk mengungkapkan habitat
alami, tanpa mengganggu habitatnya (Metrogaya 2010).
Sumberdaya
alam lainnya yang terkadung dalam laut kita adalah terdapatnya berbagai jenis
bahan mineral, minyak bumi dan gas. Menurut Deputi Bidang Pengembangan Kekayaan
Alam, BPPT dari 60 cekungan minyak yang terkandung dalam alam Indonesia,
sekitar 70 persen atau sekitar 40 cekungan terdapat di laut. Dari 40 cekungan
itu 10 cekungan telah diteliti secara intensif, 11 baru diteliti sebagian,
sedangkan 29 belum terjamah. Diperkirakan ke-40 cekungan itu berpotensi
menghasilkan 106,2 milyar barel setara minyak, namun baru 16,7 milyar barel
yang diketahui dengan pasti, 7,5 milyar barel di antaranya sudah dieksploitasi.
Sedangkan sisanya sebesar 89,5 milyar barel berupa kekayaan yang belum terjamah.
Cadangan minyak yang belum terjamah itu diperkirakan 57,3 milyar barel
terkandung di lepas pantai, yang lebih dari separuhnya atau sekitar 32,8 milyar
barel terdapat di laut dalam. Energi non konvensional adalah sumberdaya
kelautan non hayati tetapi dapat diperbaharui juga memiliki potensi untuk
dikembangkan di kawasan pesisir dan lautan Indonesia. Keberadaan potensi ini di
masa yang akan datang semakin signifikan manakala energi yang bersumber dari
BBM (bahan bakar minyak) semakin menepis. Jenis energi ini yang berpeluang
dikembangkan adalah ocean thermal energy conversion (OTEC), energi kinetik dari
gelombang, pasang surut dan arus, konversi energi dari perbedaan salinitas
(Rokhim 2008).
Dewasa
ini pariwisata berbasis kelautan (wisata bahari) telah menjadi salah satu
produk pariwisata yang menarik dunia internasional. Pembangunan kepariwisataan
bahari pada hakekatnya adalah upaya untuk mengembangkan dan memanfaatkan objek
dan daya tarik wisata bahari yang terdapat di seluruh pesisir dan lautan
Indonesia, yang terwujud dalam bentuk kekayaan alam yang indah (pantai),
keragaman flora dan fauna seperti terumbu karang dan berbagai jenis ikan hias
yang diperkirakan sekitar 263 jenis.
Kunjungan
wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia pada tahun 1997 mencapai
5.185.243., meningkat sebanyak 150.771 (2,99%) terhadap tahun 1996 yaitu
sebanyak 5.034.472 wisman. Pada tahun 1998 sebanyak 4.606.416 atau mengalami
penurunan sebesar 11,16% terhadap tahun 1997. Sedangkan perolehan devisa dari
wisman yang berkunjung ke Indonesia pada tahun 1998 diperkirakan mencapai
US$4.332,09 juta atau turun 18,6% dibanding tahun 1997 yang mencapai
US$5.321,46 juta (Kamaluddin, 1999).
Pembangunan
kelautan berkelanjutan pada dasarnya adalah pembangunan untuk mencapai
keseimbangan antara manfaat dan kelestariannya sumberdaya kelautan. Artinya,
bahwa sumberdaya kelautan dapat dieksploitasi untuk kemaslahatan manusia namun
tidak menjadikan lingkungan termasuk sumberdaya itu sendiri menjadi rusak.
Dari Ibnu Umar berkata: ”Dihalalkan untuk dua bangkai dan dua
darah. Adapun dua bangkai yaitu ikan dan belalang, sedang dua darah yaitu hati
dan limpa.” (Shahih. Lihat Takhrijnya dalam Al-Furqan hal 27 edisi 4/Th.11) Rasululah
juga pernah ditanya tentang air laut, maka beliau bersabda: “Laut itu suci
airnya dan halal bangkainya.”: (Shahih. Lihat Takhrijnya dalam Al-Furqan 26
edisi 3/Th 11) Syaikh Muhammad Nasiruddin Al–Albani berkata dalam Silsilah
As-Shahihah (no.480): “Dalam hadits ini terdapat faedah penting yaitu halalnya
setiap bangkai hewan laut sekalipun terapung di atas air (laut)? Beliau
menjawab: “Sesungguhnya yang terapung itu termasuk bangkainya sedangkan
Rasulullah bersabda: “Laut itu suci airnya dan halal bangkainya” (HR.
Daraqutni: 538).
Adapun hadits tentang larangan memakan sesuatu yang terapung
di atas laut tidaklah shahih. (Lihat pula Al-Muhalla (6/60-65) oleh Ibnu Hazm
dan Syarh Shahih Muslim (13/76) oleh An-Nawawi).
Pembangunan
suatu kawasan akan bersifat berkesinambungan (sustainable) apabila tingkat
(laju) pembangunan beserta segenap dampak yang ditimbulkannya secara agregat
(totalitas) tidak melebihi daya dukung lingkungan kawasan tersebut. Sementara
itu, daya dukung lingkungan suatu kawasan ditentukan oleh kemampuannya di dalam
menyediakan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan bagi kehidupan makhluk
hidup serta kegiatan pembangunan manusia, yaitu: (1) ketersediaan ruang (space)
yang sesuai (suitable) untuk tempat tinggal/permukiman dan berbagai kegiatan
pembangunan; (2) ketersediaan sumberdaya alam untuk keperluan konsumsi dan
proses produksi lebih lanjut; (3) kemampuan kawasan untuk
menyerap/mengasimilasi limbah sebagai hasil samping dari kegiatan manusia dan
kegiatan pembangunannya; dan (4) kemampuan kawasan menyediakan jasa-jasa
penunjang kehidupan (life-supporting systems) dan kenyamanan (amneties) seperti
udara bersih, air bersih, siklus hidrologi, siklus hara, siklus biogekimia, dan
tempat-tempat yang indah serta nyaman untuk rekreasi dan pemulihan kedamaian
jiwa (spiritual renewal). Atas dasar pengertian pembangunan berkelanjutan dan
daya dukung lingkungan kawasan tersebut di atas, maka secara ekologis terdapat
empat persyaratan agar pengelolaan sumberdaya kelautan daerah dapat berlangsung
secara optimal dan berkelanjutan, yaitu:
Pertama,
adalah bahwa di dalam suatu kawasan (jika mungkin) ditetapkan terlebih dahulu
tiga mintakat/zona (zone), yaitu: (1) zona preservasi, (2) zona konservasi, dan
(3) zona pemanfaatan intensif. Dalam hal ini, yang dimaksud zona preservasi
adalah suatu kawasan yang mengandung atribut biologis dan ekologis yang sangat
penting (vital) bagi kelangsungan hidup ekosistem beserta biota (organisme)
yang hidup di dalamnya termasuk kehidupan manusia, seperti keberadaan spesies
langka atau endemik, tempat asuhan dan berpijah (nursery and spawning grounds) berbagai
biota laut, alur ruaya (migratory routes) ikan dan biota laut lainnya, dan
sumber air tawar. Oleh karena itu, di dalam zona preservasi tidak diperkenankan
adanya kegiatan pemanfaatan/pembangunan, kecuali untuk kepentingan penelitian
dan pendidikan. Zona konservasi adalah kawasan yang diperbolehkan adanya
kegiatan pembangunan, tetapi dengan intensitas (tingkat) yang terbatas dan
sangat terkendali, misalnya berupa wisata alam (ecotourism), perikanan tangkap
dan budidaya yang ramah lingkungan (responsible fisheries), dan pengusahaan
hutan mangrove secara lestari. Sedangkan, zona pemanfaatan intensif adalah
kawasan yang karena sifat biologis dan ekologisnya dapat dimanfaatkan untuk
berbagai kegiatan pembangunan yang lebih intensif, seperti industri, pertambangan,
dan pemukiman padat penduduk.
Kedua,
adalah bahwa jika kita memanfaatkan sumberdaya dapat pulih, seperti sumberdaya
ikan atau hutan mangrove, maka laju (tingkat) pemanfaatannya tidak boleh
melebihi kemampuan pulih (potensi lestari) sumberdaya tersebut dalam periode
waktu tertentu. Dalam bidang perikanan tangkap, misalnya, potensi lestari
biasanya didefinisikan sebagai MSY (maximum sustainable yield atau Hasil
Tangkap Maksimum yang Lestari), seperti yang tercantum pada Lampiran 1 untuk
berbagai kelompok stok ikan di sembilan wilayah perairan laut Indonesia.
Sementara ini, sudah ada pedoman dari Direktorat Jenderal Perikanan bahwa
tingkat penangkapan/pemanenan suatu stok ikan tidak boleh melebihi 80% dari
nilai MSY-nya. Dalam pada itu, untuk sumberdaya tak dapat pulih, seperti minyak
dan gas bumi, mineral dan bahan tambang lainnya, pedomannya adalah bahwa
kegiatan pemanfaatan (eksploitasi), proses produksi (pengolahan) dan
distribusi/transportasinya harus dilakukan secara cermat, sehingga tidak merusak
lingkungan sekitarnya. Ketiga, jika kita menggunakan kawasan laut sebagai
tempat pembuangan limbah, maka syarat pertama adalah bahwa jenis limbah
tersebut bukan yang bersifat B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Selain itu,
jumlah (beban, load) limbah yang dibuang ke dalam kawasan laut termaksud harus
tidak melampaui kapasitas asimilasi (assimilative capacity) dari perairan
tersebut. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kapasitas asimilasi adalah
kemampuan kawasan perairan laut di dalam menerima jumlah limbah tertentu, tanpa
mengakibatkan penurunan fungsi (peruntukan) perairan termaksud atau tanpa
menimbulkan kerusakan ekologis atau penurunan kesehatan manusia yang
menggunakan perairan.
Keempat,
di dalam melakukan kegiatan rancangan (design) dan konstruksi atau modifikasi
bentang alam (morfologi) pantai atau laut dalam, seperti pembangunan dermaga
laut (jetty), struktur pemecah gelombang (breakwaters), dan marina, harus
disesuaikan dengan karakteristik dan dinamika biogeofisik setempat, termasuk
pola arus, gelombang, dan struktur geologi (Rokhmin 2008).
Dapat dilihat pada Q.S.
Al-Ghaasyyiyah ayat 17 – 24 yang artinya “Maka
apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana ia diciptakan dan langit
bagaimana ia di tinggikan dan gunung bagaimana ia di tegakkan serta bagaimana
bumi dihamparkan. Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanya orang
yang member peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka, tetapi
orang yang berpaling dan kafir, maka Allah akan mengazabnya dengan azab yang
besar”.
Maka sudah sewajarnya lah kita
sebagai umat muslim untuk menjaga serta memanfaatkan dengan baik sumberdaya
yang ada, khususnya pada laut.
IV.
KESIMPULAN DAN SARAN
Pengelolaan
pesisir pantai seharusnya adanya penetapan batas wilayah pesisir sebagai suatu satuan,
Tata ruang wilayah pesisir sesuai dengan kaidah-kaidah pembangunan
berkelanjutan, Penentuan jenis kegiatan pembangunan (seperti perikanan,
pariwisata, industri, pertambangan dan energi, perhubungan, dan konservasi)
beserta intensitas (laju)-nya untuk lima tahun atau dua puluh lima tahun ke
depan, adanya pedoman pengelolaan pencemaran dan pemeliharaan kualitas perairan
laut, serta adanya pedoman konservasi habitat pesisir yang vital (seperti
mangrove, terumbu karang, estuaria, dan padang lamun) dan biota atau satwa
langka/dilindungi.
Upaya penyempurnaan peraturan
tentang pemanfaatan ruang wilayah secara lebih operasional. Sehingga dapat
memberikan peluang dan kemudahan bagi tumbuhnya investasi masyarakat/dunia
usaha, acuan/pedoman dalam pengembangan wilayah perbatasan antara propinsi
secara lebih efisien dan efektif bagi semua sektor pembangunan baik yang
dilakukan pemerintah maupun masyarakat/dunia usaha. Upaya pengendalian
pemanfaatan sumberdaya yang ada dengan perencanaan yang tepat dalam menangani konservasi
kawasan pesisir dan laut guna menjamin keberlanjutan fungsi kawasan melalui
program-program rehabilitasi dan pelestarian SDA dan lingkungan hidup (terumbu
karang, abrasi dan sedimentasi, pencemaran, ikan hias, bakau). Dengan begitu dapat memberikan
keuntungan bagi semua pihak khususnya masyarakat luas dengan tetap menjaga
kelestarian lingkungan bagi pembangunan berkelanjutan. Lebih dari itu,
laju pemanfaatan pun harus diatur sedemikian rupa, sehingga ditemukan
alternatif penggantinya sebelum sumberdaya ini habis (exhausted) atau
memperhatikan kepentingan generasi mendatang.
DAFTAR
PUSTAKA
(Diakses pada tanggal 10 November
2010 pukul 19.30 WIB)
(Diakses
pada tanggal 10 November 2010 pukul 19.34 WIB)
(Diakses
pada tanggal 10 November 2010 pukul 19.40 WIB)
(Diakses
pada tanggal 10 November 2010 pukul 21.12 WIB)
(Diakses
pada tanggal 10 November 2010 pukul 21.15 WIB)
(Diakses
pada tanggal 10 November 2010 pukul 21.30 WIB)
Rokhmin, Dahuri.2008. Otonomi Pengelolaan Sumberdaya
Laut.
(Diakses pada tanggal 10 November 2010 pukul 21.00 WIB)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar