25.
KATEGORI: AKUATIK
SUB-KATEGORI: KUALITAS AIR
VARIABEL: pH
DEFINISI DAN PENGUKURAN KONDISI AWAL:
pH suatu larutan mencerminkan aktivitas kation hidrogennya, dan dinyatakan
sebagai logaritma negatif dari aktivitas kation hidrogen dalam mole per liter
pada suhu tertentu. Istilah pH lazimnya
digunakan untuk menyatakan intensitas
kondisi asam atau alkalin suatu larutan.
Kalau pH antara 1 dan 7, ini merupakan kisaran asam, dan kisaran alkalin
adalah pH 7 - 14. pH air permukaan
biasanya berkisar antara 6.5 - 9.0.
Kualitas
air yang ada, ditinjau dari nilai pH, harus dideskripsikan untuk suatu kawasan
proyek. Perhatian harus diberikan kepada
variasi pH-perairan secara musiman akibat peristiwa alamiah ataupun karena
aktivitas manusia.
PENDUGAAN.DAMPAK:
Pendugaan.dampak.suatu.proyek
harus memperhatikan besarnya penyimpangan nilai pH dari nilai normal (alami) di
suatu wilayah. Kurva fungsional berikut disusun berdasarkan konsep bahwa penurunan kualitas lingkungan akan terjadi
kalau pH. di.suatu.lokasi.berubah.dari.kondisi.normal/alaminya...Perhatian.harusditujukankepada.potensial.perubahan.pH.yang.mungkin
terjadi akibat kegiatan konstruksi atau operasi proyek. Kalau suatu proyek melibatkan kegiatan
pembendungan air, maka diperkirakan akan
terjadi perubahan pH. Pembangunan industri diduga juga akan mengakibatkan
perubahan pH. perairan. karena adanya pembuangan limbah.
KURVA.FUNGSIONAL:.(Battelle.Environmental.Evaluation.System,.1972)
Indeks
Kualitas
1.0
|
|
|
|
|
|
0.8
|
|
|
|
|
|
0.6
|
|
|
|
|
|
0.4
|
|
|
|
|
|
0.2
|
|
|
|
|
|
0.0
-6.............-4...............-2............... .0................. .2................ 4................6
pH,.......(penyimpangan.dari.kondisi.alami,..pH=7.0)
PERHATIAN
KHUSUS:
Penetapan
nilai pH “alami” untuk lokasi proyek harus dilakukan secara hati-hati sekali.
26. KATEGORI: AKUATIK
SUB-KATEGORI:
KUALITAS.AIR
VARIABEL:
TURBIDITAS
DEFINISI
DAN PENGUKURAN KONDISI AWAL:
Turbiditas merupakan suatu ukuran
yang menyatakan sampai seberapa jauh cahaya mampu menembus air , dimana cahaya
yang menembus air akan mengalami “pemantulan” oleh bahan-bahan tersuspensi dan
bahan koloidal. Satuannya adalah Jackson
Turbidity Unit (JTU), dimana 1 JTU sama dengan turbiditas yang disebabkan
oleh 1 mg/l SiO2 dalam
air. Dalam danau atau perairan lainnya
yang relatif tenang, turbiditas terutama disebabkan oleh bahan koloidan dan
bahan-bahan hakus yang terdispersi dalam air.
Dalam sungai yang mengalir , turbiditas terutama disebabkan oleh
bahan-bahan kasar yang terdispersi. Turbiditas penting bagi kualitas
air permukaan, terutama berkenaan dengan pertimbangan estetika, daya filter,
dan disinfeksi. Pada umumnya kalau
turbiditas meningkat, nilai estetika
menurun, filtrasi air lebih sulit dan mahal, dan efektivitas desinfeksi
berkurang. Turbiditas dalam perairan
mungkin terjadi karena material alamiah, atau akibat aktivitas proyek,
pembuangan limbah, dan operasi pengerukan.
Informasi
tentang tingkat turbiditas awal dalam perairan di daerah proyek harus
diperoleh. Perhatian harus diberikan
terhadap hubungan antara tingkat turbiditas dengan laju aliran air didaerah
proyek.
PENDUGAAN
DAMPAK:
Pendugaan
dampak harus memperhatijan perubahan turbiditas selama masa konstruksi dan
operasi proyek. Pendekatan matematika
dapat digunakan untuk menduka peningkatan sedimen dan turbiditas sebagai akibat
dari pembangunan proyek (Canter, 1977).
Perubahan turbiditas dapat terjadi akibat pembendungan aliran air.
PERHATIAN
KHUSUS:
Perhatian
harus diberikan terhadap berbagai teknik pengukuran turbiditas . Karena kemiripan definisi dan/atau
interpretasi tentang informasi turbiditas, padatan tersuspensi, dan sedimen
tersuspensi, maka harus benar-benar hati-hati dalam mereka-yasa, menduga, dan
menginterpretasikan informasi tentang turbiditas.
KURVA
FUNGSIONAL:
Indeks Kualitas
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
0 20 40 60 80 100 120
Satuan Turbiditas Jackson
(Sumber: NSF = National Sanitation
Foundation)
27.
KATEGORI: AKUATIK
SUB-KATEGORI:
KUALITAS.AIR
VARIABEL:
SUSPENDED SOLID (SS)
DEFINISI DAN PENGUKURAN KONDISI
AWAL:
SS
adalah padatan yang terkandung dalam air dan bukan merupakan larutan, bahan ini
dibedakan dari padatan terlarut dengan jalan uji filtrasi laboratorium. Satuannya adalah mg/l. SS terdiri atas komponen settleable, floating
dan non-soluble (suspensi koloidal). SS
lazimnya mengandung senyawa organik dan
anorganik. Satu ciri dari SS adalah
berkaitan dengan karakteristik turbiditas.
SS sangat penting karena pengaruhnya terhadap kualitas estetika,
filtrasi (penjernihan) dan desinfeksi; dan potensial dampaknya terhadap
ekosistem akuatik. Pada umumnya air yang
mengandung banyak SS kurang bagus
ditinjau dari sudut pandang estetika, lebih sulit dan mahal untuk
menjernihkannya, dan memerlukan lebih banyak bahan kimia untuk
dis-infeksinya. SS yang berlebihan dapat
membahayakan ikan dan jasad akuatik lainnya melalui penyelimutan insang,
reduksi radiasi matahari, dan selanjutnya akan berpengaruh pada rantai makanan
alami.
Informasi
awal tentang SS dalam air permukaan di lokasi proyek harus diperoleh. Perhatian khusus harus diarahkan pada variasi
musiman SS dalam kaitannya dengan variasi aliran air.
PENDUGAAN
DAMPAK:
Pendugaan
dampak harus melibatkan peningkatan SS
sebagai akibat dari aktivitas konstruksi.
Pertimbangan perlu diberikan untuk mengantisipasi pembuangan limbah
sebagai akibat dari operasional proyek sumberdaya air, dan akibat dari dampak
sekunder peningkatan populasi dan pembangunan industri. Banyak literatur yang dapat digunakan untuk
kuantifikasi dugaan konsentrasi SS dan perilakunya kalau ia dibuang ke perairan
permukaan yang ciri hidrauliknya berbeda (Canter, 1977).
KURVA FUNGSIONAL:
Berikut ini adalah konsep dari U.S.
Department of the Army (1975):
Konsentrasi
SS (mg/l)
|
Kategori
Kualitas Lingkungan
|
4
|
Ekselen
|
10
|
Baik
|
15
|
Cukupan
|
20
|
Jelek
|
35
|
Sangat
jelek
|
Indeks Kualitas
1.0
0.9
0.75
0.5
0.1
0.0
0 5 10 15 20 25 30 35
Konsentrasi SS (mg/l)
PERHATIAN KHUSUS:
Karena adanya kesamaan definisi
dan/atau interpretasi informasi tentang turbiditas, SS, dan sedimen
tersuspensi, maka harus hati-hati dalam menghimpun, menduga dan menginterpretasikan informasi mengenai
SS. Tergantung pada data yang tersedia,
tin inter-disiplin dapat menggunakan turbiditas atau SS sebgaai peubah dalam
pendugaan dampak.
28.
KATEGORI: AKUATIK
SUB-KATEGORI:..KUALITAS.AIR
VARIABEL:
TEMPERATUR AIR
DEFINISI DAN PENGUKURAN KONDISI AWAL:
Temperatur
merupakan derajat panas atau dinginnya air yang diukur pada sekala definit
seperti derajat celsius (oC) atau derajat Fahrenheit (oF). Temperatur air
merupakan regulator utama proses-proses alamiah di dalam lingkungan akuatik. Ia
dapat mengendalikan fungsi fisiologis organisme dan berperan secara langsung
atau tidak langsung bersama dengan komponen kualitas air lainnya mempengaruhi
kualitas akuatik. Temperatur air
mengendalikan spawning dan hatching, mengendalikan aktivitas, memacu atau
menghambat pertumbuhan dan perkembangan; dapat menyebabkan kematian kalau air
menjadi panas atau dingin sekali secara mendadak. Air yang lebih dingin lazimnya menghambat
perkembangan; air yang lebih panas umumnya mempercepat aktivitas. Temperatur air juga mempengaruhi berbagai
macam reaksi fisika dan kimiawi di dalam lingkungan akuatik.
Determinasi
kondisi awal untuk temperatur air meliputi pengumpulan informasi yang ada
tentang temperatur air di daerah lokasi proyek.
Perhatian harus diberikan kepada variasi musiman temperatur air serta
variasi temperatur menurut kedalaman tubuh perairan.
PENDUGAAN
DAMPAK:
Banyak
aktivitas yang berhubungan dengan konstruksi dan operasi proyek sumberdaya air
dapat mengakibatkan perubahan temperatur air,
dan pembendungan air dapat mengakibatkan perubahan suhu pada permukaan
air dan pada berbagai kedalaman air.
Banyak referensi ilmiah yang dapat digunakan untuk menduga perubahan
suhu air akibat kontruksi dan operasi
proyek sumberdaya air. Semua negara mempunyai baku mutu air untuk temperatur,
dan baku mutu ini dapat digunakan untuk menduga dampak potensial dari proyek
pembangunan sumberdaya air. Kurva fungsional
berikut ini menyatakan bahwa “kunci pokok” terletak pada variasi suhu air dari
kondisi normal alamiahnya. Sesuai dengan
observasi untuk kebanyakan ikan, kurva
fungsionsal menyatakan efek yang kurang serius akibat perubahan suhu yang
mendinginkan lingkungan alamiah dibandingkan dengan perubahan suhu yang
memanaskan lingkungan alamiah.
KURVA.FUNGSIONAL:.(Battelle.Environmental.Evaluation.System,.1972)
Indeks
Kualitas
1.0
|
|
|
|
|
|
||||||||||
0.8
|
|
|
|
|
|
||||||||||
0.6
|
|
|
|
|
|
||||||||||
0.4
|
|
|
|
NSF
|
|
||||||||||
0.2
|
|
|
|
|
|
0.0
-10 -5 0 +5 +10 +15
oC, Penyimpangan dari kondisi
kesetimbangan
NSF = National Sanitation
Foundation
PERHATIAN KHUSUS:
Tim interdisiplin harus secara
hati-hati memperhatikan variasi “alamiah” suhu air yang terjadi di daerah
proyek.
29.
KATEGORI: AKUATIK
SUB-KATEGORI:
KUALITAS AIR
VARIABEL: OKSIGEN
TERLARUT (DO)
DEFINISI DAN PENGUKURAN KONDISI AWAL:
Oksigen
terlarut mungkin merupakan parameter kualitas air yang paling umum digunakan.
Kelarutan oksigen atmosfer dalam air segar/tawar berkisar dari 14.6 mg/liter
pada suhu 0oC hingga 7.1 mg/liter pada suhu 35oC pada tekanan satu atmosfer. Rendahnya kandungan oksigen terlarut dalam
air berpengaruh buruk terhadap kehidupan ikan dan kehidupan akuatik lainnya,
dan kalau tidak ada sama sekali oksigen terlarut mengakibatkan munculnya
kondisi anaerobik dengan bau busuk dan permasalahan estetika.
Kebutuhan
oksigen ikan beragam dengan spesies dan umur ikan. Ikan air dingin membutuhkan lebih banyak oksigen terlarut daripada ikan lainnya
(seperti carp dan pike), mungkin karena jenis ikan yang pertama lebih aktif dan
predator. Kisaran antara 3 - 6 mg/liter
merupakan tingkat kritis DO untuk hampir semua jenis ikan. Di bawah 3 mg/liter, penurunan lebih lanjut
hanya penting dalam kaitannya dengan munculnya kondisi anaerobik lokal;
kerusakan utama terhadap ikan dan kehidupan akuatik lainnya telah terjadi pada
kondisi seperti ini. Di atas 6 mg/liter,
keuntungan utama dari penambahan oksigen terlarut adalah sebagai cadangan atau
penyangga untuk menghadapi “shock load” buangan limbah yang membutuhkan banyak
oksigen.
Penentuan
kondisi awal harus mencakup informasi yang ada tentang konsentrasi DO dalam
perairan permukaan di lokasi proyek.
Perhatian khusus harus diberikan kepada variasi DO sebagai fungsi dari
musim (suhu air) dan konsentrasi padatan
terlarut, seperti misalnya pada perairan pantai.
PENDUGAAN
DAMPAK:
Pendugaan
dampak proyek terhadap DO harus mencakup fase konstruksi dan operasi
proyek. Banyak model matematika yang
telah dikembangkan oleh para ahli untuk menduga perubahan potensial DO sebagai
akibat dari pembendungan air, perubahan hidraulik lainnya, dan/atau pembuangan
limbah. Markofsky dan Harlemen (1971)
menyediakan model-model prediktif untuk menduga pengaruh stratifikasi thermal
terhadap DO dalam waduk. Baku mutu DO yang ada dapat digunakan untuk sarana
pendugaan dampak potensial pembangunan proyek terhadap DO.
KURVA.FUNGSIONAL:.(Battelle.Environmental.Evaluation.System,.1972)
Indeks
Kualitas
1.0
|
|
|
|
|
|
||||||||||
0.8
|
|
|
|
|
|
||||||||||
0.6
|
|
|
|
|
|
||||||||||
0.4
|
|
|
Sesuai dengan NSF,
diasumsikan jenuh = 9 mg/liter
|
||||||||||||
0.2
|
|
|
|
|
|
||||||||||
0.0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
mg/l
NSF = National Sanitation
Foundation
PERHATIAN
KHUSUS:
Perhatian
khusus harus diberikan terhadap perubahan alamiah DO di lokasi proyek.
30. KATEGORI: AKUATIK
SUB-KATEGORI:
KUALITAS AIR
VARIABEL: BOD
DEFINISI DAN PENGUKURAN KONDISI AWAL:
BOD
didefinisikan sebagai jumlah oksigen (mg/l) yang diperlukan oleh bakteri untuk
mendekomposisikan bahan organik (hingga stabil) pada kondisi aerobik. Kondisi uji yang tipikal adalah inkubasi lima hari pada suhu
20oC. Karena BOD merupakan ukuran tidak langsung dari jumlah bahan
organik yang dapat didekomposisi secara biologis, maka ini dapat menjadi
indikator jumlah oksigen terlarut yang
akan digunakan (hilang dari air) selama asimilasi biologis polutan organik
secara alamiah. Uji BOD merupakan salah
satu uji yang lazim digunakan dalam evaluasi kualitas air.
Penentuan
kondisi awal (rona awal) untuk variabel ini harus mencakup agregasi informasi
kualitas air (BOD) di daerah proyek.
Variasi musiman harus dicatat, demikian juga kecenderungan historis
BOD. Perhatian khusus harus diberikan
terhadap persyaratan baku mutu dalam kaitannya dengan pengendalian pembuangan
limbah organik. Disamping menelaah
konsentrasi BOD dalam air, mungkin juga diperlukan dalam mendeskripsikan rona
awal lingkungan dalam kaitannya dengan total buangan limbah ke dalam perairan.
PENDUGAAN
DAMPAK:
Pendugaan
dampak potensial suatu proyek terhadap BOD harus memperhitungkan limbah organik
yang berasal dari fase konstruksi dan operasi proyek, serta mempertimbangkan
sumber-sumber limbah yang masuk ke perairan (point dan non-point sources). Selain itu juga perlu dipertimbangkan
informasi yang ada dalam pustaka-pustaka, seperti Canter (1977), untuk
memperhitungkan jumlah limbah yang akan masuk ke perairan. Perhatian juga harus diberikan pada dekomposisi bahan organik dalam perairan
melalui proses perombakan biologis.
Model-model matematika dapat digunakan untuk menduga konsentrasi BOD
dalam aliran sungai. Pendugaan dampak
pembendungan aliran air tehadap BOD juga harus dilakukan kalau ada proyek
pembangunan sumberdaya air yang diikuti dengan pembendungan aliran air.
Rasionalitas
yang melandasi kurva fungsional berikut ini ialah bahwa BOD sangat penting
karena ia merangsang pengurangan oksigen terlarut atau pertumbuhan organisme
benthos yang tidak diinginkan. Dalam
aliran sungai yang lambat atau waduk, BOD sebesar 5 mg/liter mungkin telah
cukup untuk menimbulkan kondisi buruk, sedangkan sungai-sungai di pegunungan
yang aliran airnya deras dapat mengandung BOD 30 mg/liter atau lebih tanpa
menimbulkan efek yang buruk. Hal ini
karena aliran sungai yang deras mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk
re-aerasi dan mencegah terjadinya akumulasi bahan organik di sedimen dasar.
Kurfa fungsional dari NSF berada di antara kedua kondisi ekstrem tersebut.
PERHATIAN
KHUSUS:
Dalam kaitannya
dengan kajian BOD perairan permukaan, sangat penting diperhatikan adalah
sumber-sumber pencemaran yang bersifat non-point.
KURVA.FUNGSIONAL:
(Battelle.Environmental.Evaluation.System,.1972)
Indeks
Kualitas
1.0
|
|
|
|
|
|
|||
0.8
|
|
Sungai
yang alirannya deras
|
|
|||||
0.6
|
|
|
|
|
|
|||
0.4
|
NSF
|
|
|
|
|
|||
0.2
Waduk
|
|
|
|
|
0.0 10 20 30 40 50 60 70
BOD,
mg/l
31. KATEGORI: AKUATIK
SUB-KATEGORI: KUALITAS.AIR
VARIABEL: PADATAN TERLARUT
DEFINISI
DAN PENETAPAN KONDISI AWAL:
Total padatan tersuspensi (TDS)
merupakan agregat dari karbonat, bikarbonat, klorida, sulfat, fosfat, nitrat
dan garam-garam lainnya dari Ca, Mg, Na, K, dan senyawa lainnya. TDS dipisahkan dari SS melalui teknik filtrasi
laboratorium. Satuannya adalah mg/liter.
TDS sangat penting karena pengaruhnya terhadap palatabilitas dan efeknya
untuk menyebabkan reaksi fisiologis yang
buruk. Air yang kaya mineral juga kurang
bagus bagi aplikasi industri, dan juga kualitasnya untuk irigasi agak terbatas.
Penetapan
kondisi awal untuk peubah ini melibatkan
penghimpunan informasi yang ada tentang
TDS dalam air di lokasi proyek. Harus
diperhatikan adanya variasi konsentrasi TDS
sebagai fungsi dari variasi aliran air sungai.
PENDUGAAN
DAMPAK:
Pendugaan
dampak harus memperhatikan dampak fase konstruksi dan operasi, meskipun fokus
utama untuk variabel ini berkaitan dengan fase operasi proyek. Kuantifikasi dugaan TDS yang akan masuk
lingkungan perairan akibat dari operasi proyek dapat dilakukan melalui aplikasi berbagai unit faktor penghasil
limbah (Canter, 1977). Pendugaan
perilaku padatan terlarut setelah memasuki
perairan dapat dilakukan dengan
bantuan model matematik yang berdasarkan pada prinsip-prinsip pengenceran. Haris diperhatikan bentuk-bentuk kimiawi dari
padatan terlarut serta potensi pengendapan kimiawi yang dapat terjadi sebagai
fungsi dari perubahan pH dan temperatur.
Juga harus dipertimbangkan potensi
pembentukan TDS sebagai akibat evaporasi dari proyek pembendungan aliran air
sungai.
Baku
mutu yang ada dapat digunakan untuk menduga dampak potensial akibat proyek pembangunan sumberdaya
air. Kurva fungsional berikut ini
menyatakan bahwa kualitas lingkungan terhadap TDS menunjukkan hubungan yang
menurun, sehingga peningkatan TDS akan menurunkan kualitas lingkungan. Kurva fungsional ini menunjukkan beberap nilai konsentrasi TDS sangat esensial
pada ekstrim rendah dalam kaitannya untuk mencapai keseimbangan kimia dalam
air.
PERHATIAN
KHUSUS:
Harus
diperhatikan variasi TDS secara alamiah dalam perairan di lokasi proyek.
KURVA.FUNGSIONAL:.(Battelle.Environmental.Evaluation.System,.1972)
Indeks
Kualitas
1.0
|
|
|
|
|
|
0.8
|
|
|
|
|
|
0.6
|
|
|
|
|
|
0.4
|
|
|
|
||
0.2
|
|
|
|
|
|
0.0
0 500 1000 1500 2000 2500 3000
TDS, mg/liter
32. KATEGORI: AKUATIK
SUB-KATEGORI: KUALITAS.AIR
VARIABEL: NITROGEN ANORGANIK
DEFINISI
DAN PENETAPAN KONDISI AWAL:
Nitrogen
merupakan unsur hara esensial yang diperlukan untuk melestarikan kehidupan
akuatik. Biasanya diukur dengan satuan
mg/liter. Secara spesifik, nitrogen
anorganik dalam bentuk nitrat dan amonia tersedia untuk masuk ke dalam
siklus rantai makanan akuatik. Nitrogen organik menjadi tersedia setelah
mengalami konversi menjadi bentuk anorganik oleh aktivitas bakteri. Limbah industri, limbah domestik dan residu
pupuk dalam air limpasan dari lahan pertanian merupakan sumber utama nitrogen
anorganik dalam perairan.
Penetapan rona
awal lingkungan untuk variabel ini mencakup agregasi informasi kualitas air
variabel nitrogen anorganik di daerah proyek.
Variasi musiman konsentrasi nitrogen anorganik harus dicatat, demikian
juga kecenderungan historisnya.
Disamping
konsentrasi nitoegn anorganik dalam perairan, perlu dijelaskan pula agregat
total input nitrogen ke dalam perairan, dari berbagai sumber.
PENDUGAAN
DAMPAK:
Pendugaan
dampak proyek terhadap konsentrasi N-anorganik
harus meliputi masukan limbah N-anorganik selama fase konstruksi dan operasi proyek.
Harus diperhatikan pula kemungkinan terjadinya perubahan kimiawi dan konversi biologis N-anorganik yang terjadi
dalam air. Model-model matematika dapat
digunakan untuk menduga konsentrasi N-anorganik dalam aliran sungai. Pertimbangan tentang dampak pembendungan
aliran air terhadap konsentrasi N-anorganik juga harus dimasukkan kalau
melibatkan proyek pembendungan sumberdaya air.
Kurva fungsional berikut ini
didasarkan atas pemikiran bahwa ada suatu kisaran optimum konsentrasi
N-anorganik , dimana kualitas lingkungan menurun kalau terjadi penyimpangan
konsentrasi di atas dan di bawah kisaran optimum. Sedikit nitrogen sangat esensial untuk
mendukung ekosistem ekuatik; kisaran di bawah 0.3 mg/l N-anorganik (dinyatakan
sebagai N) dianggap sebagai kisraan defisien. Konsentrasi di sekitar 1.0 mg N
/l dianggap sebagai kisaran optimum.
Konsentrasi 10 mg N/l atau lebih mungkin telah menghambat berbagai
proses biologis.
KURVA.FUNGSIONAL:.(Battelle.Environmental.Evaluation.System,.1972)
Indeks
Kualitas
1.0
|
|
|
|
|
|
|||||||||||
0.8
|
|
|
|
|
|
|||||||||||
0.6
|
|
|
|
|
|
|||||||||||
0.4
|
|
|
|
|||||||||||||
0.2
|
|
|
|
|
|
0.0
0 1
2 3 4 5 6 7 8 9 10
mg N / l
PERHATIAN KHUSUS:
Bentuk kurva fungsional di atas
dianggap berlaku secara umum, walaupun
konsentrasi N untuk EQ maksimum beragam dari region ke region.
33. KATEGORI: AKUATIK
SUB-KATEGORI:
KUALITAS AIR
VARIABEL: FOSFAT ANORGANIK
DEFINISI DAN PENETAPAN KONDISI AWAL:
Fosfor
merupakan unsur hara esensial yang diperlukan bagi kelangsungan kehidupan
akuatik. Biasanya diukur dengan satuan mg/l atau ppm. Berbagai bentuk P-anorganik telah banyak
dibahas dalam kaitannya dengan problem
eutrofikasi. Sumber fosfor yang masuk ke
dalam perairan adalah limbah domestik, limbah industri, air limpasan dari lahan
pertanian yang dipupuk fosfat.
Penentuan
rona awal untuk peubah ini akan meliputi pengumpulan informasi kualitas
air P-anorganik di lokasi proyek. Variasi musiman konsentrasi P-anorganik harus
diperhatikan , demikian juga kecenderungan historisnya. Baku mutu harus dipertimbangkan dalam
kaitannya dengan kemungkinan perubahan masukan P-anorganik dari sumber-sumber
buangan limbah. Selain memperhatikan
konsentrasi P-anorganik dalam air, perlu mendeskripsikan kondisi lingkungan
yang ada untuk memperkirakan total masukan fosfat ke dalam sumberdaya air. Informasi yang berguna untuk memperhitungkan
total masukan P-anorganik dikemukakan oleh Canter (1977).
PENDUGAAN
DAMPAK:
Pendugaan
dampak proyek harus mempertimbangkan buangan-limbah selama fase konstruksi dan
operasi proyek. Demikian juga , informasi kepustakaan, untuk memperhitungkan
total P-anorganik. Perilaku P-anorganik
dalam air sangat tergantung pada proses biologis dan reaksi-reaksi kimiawi. Ada beberapa model matematika yang dapat
digunakan untuk menduga konsentrasi
P-anorganik dalam aliran sungai. Pertimbangan tentang dampak pembendungan
aliran sungai terhadap konsentrasi P-anorganik juga harus dimasukkan ke dalam
analisis dampak proyek pembendungan sungai.
Rasionalita
kurva fungsional berikut ini ialah bahwa meskipun konsentrasi P-anorganik yang
menimbulkan masalah beragam dengan ciri-ciri lingkungan akuatik dan kandungan
unsur hara lainnya, namun danau yang relatif tidak terkontaminasi ternyata
airnya mengandung 0.001 - 0.003 mg P / l (total fosfor). Daerah ini dianggap defisien hara. Di atas 0.02 mg P/l dianggap sebagai daerah potensial blooming
algae. Di atas 0.10 mg P/l, air dianggap
sangat diperkaya.
KURVA FUNGSIONAL: (Battelle.Environmental.Evaluation.System,.1972)
Indeks
Kualitas
1.0
|
|
|
|
|
|||||||||||
0.8
|
|
|
|
|
|||||||||||
0.6
|
|
|
|
|
|||||||||||
0.4
|
|
|
|||||||||||||
0.2
|
|
|
|
|
0.0
0 0.022 0.04 0.066 0.088 0.10
mg P / liter
PERHATIAN
KHUSUS:
Bentuk
kurva fungsional di atas dianggap berlaku secara umum, meskipun konsentrasi P
untuk EQ maksimum dapat beragam antar wilayah.
34. KATEGORI: AKUATIK
SUB-KATEGORI:
KUALITAS AIR
VARIABEL:
SALINITAS
DEFINISI DAN PENETAPAN KONDISI AWAL:
Salinitas
didefinisikan sebagai total padatan dalam air setelah semua karbonat dikonversi
menjadi oksida, semua bromida dan iodida diganti dengan klorida, dan semua
bahan organik telah dioksidasi. Satuan untuk salinitas lazimnya adalah g/kg atau
satu per seribu. Salinitas merupakan peubah penting dalam perairan pantai dan
estuarine, dan perubahan salinitas dapat menyebabkan perubahan kualitas
ekosistem akuatik, terutama ditinjau dari tipe-tipe dan kelimpahan organisme. Salinitas harus digunakan sebagai parameter
pendugaan dampak untuk semua proyek
pengembangan sumberdaya air yang berhubungan dengan perairan pantai dan estuaria.
Penentuan
rona awal untuk peubah ini akan melibatkan pengumnpulan informasi yang ada
mengenai nilai-nilai salinitas di sekitar lokasi proyek. Perhatian perlu diberikan kepada variasi
salinitas harian dan musiman, serta variasinya terhadap kedalaman air pada
lokasi tertentu.
PENDUGAAN
DAMPAK:
Pendugaan
dampak terutama dipusatkan pada perubahan salinitas yang mungkin terjadi
sebagai akibat dari aktivitas konstruksi dan operasi proyek. Teknik-teknik pendugaan telah ada,
dengan pendekatan yang berhubungan
dengan karakteristik hidraulik dari zone
pantai dan/atau estuaria.
Kurva
fungsional di bawah ini didasarkan pada pemikiran bahwa perubahan dari kondisi
salinitas normal akan diikuti oleh
penurunan kualitas lingkungan. Perubahan
salinitas dapat menyebabkan peningkatan atau penurunan kualitas lingkungan,
tergantung pada aktivitas proyek.
KURVA.FUNGSIONAL:.(Battelle.Environmental.Evaluation.System,.1972)
Indeks
Kualitas
1.0
|
|
|
|
|
|
|||||||||||
0.8
|
|
|
|
|
|
|||||||||||
0.6
|
|
|
|
|
|
|||||||||||
0.4
|
|
|
|
|
|
|||||||||||
0.2
|
|
|
|
|
|
0.0
-10 -5 -2.5 Normal
+2.5 +5 +10
Perubahan
salinitas (%)
PERHATIAN
KHUSUS:
Hati-hati dalam menentukan kisaran
salinitas “NORMAL” di suatu lokasi proyek.
Pendugaan dampak mungkin memerlukan pemodelan hidraulik yang unik.
35. KATEGORI: AKUATIK
SUB-KATEGORI:
KUALITAS AIR
VARIABEL: SENYAWA
TOKSIK
DEFINISI DAN PENETAPAN KONDISI AWAL:
Berbagai
macam senyawa toksik berada dalam lingkungan akuatik. Limbah yang mengandung
logam berat (Hg, Cu, Ag, Pb, Ni, Co, As, Cd, Cr, dan lainnya) sendiri-sendiri
atau campurannya hingga konsentrasi tertentu dapat bersifat toksik bagi
organisme akuatik, sehingga mempunyai dampak yang serius terhadap ekosistem
akuatik. Senyawa toksik lainnya termasuk pestisida, senyawa ammonia, sianida, sulfida,
fluorida, dan senyawa-senyawa khlor organik.
Uji
bio-essay dapat digunakan untuk menyatakan konsentrasi dalam mg/l pada saat
mana senyawa toksik tidak menyebabkan gangguan pada organisme uji. Akan tetapi, efek jangka panjang dari senyawa
toksik mungkin menimbulkan gangguan yang lebih berbahaya, seperti pengkerdilan
pertumbuhan, penurunan fertilitas, penyimpangan fisiologis, dan pola perilaku
aneh; dan ini semua dapat menyebabkan gangguan yang lebih berbahayadibandingkan
dengan sekedar ekeberadaan spesies.
Demikian juga, magnifikasi biologis dan penyimpanan residu bahan
pencemar yang toksik dalam organisme akuatik dapat mengakibatkan dampak
serius. Karena alasan ini semuanya, dan
didukung alasan praktis, senyawa toksik, kalau mereka dapat dideteksi dalam
perairan alami dengan metode canggih analisis kualitas air, dapat mengakibatkan
air tidak layak bagi perbanyakan kehidupan akuatik yang sehat.
Penetapan
rona awal untuk variabel ini harus mencakup agregasi informasi kualitas air
mengenai senyawa toksik yang ditetapkan di atas konstentrasi yang mungkin
terjadi di lokasi proyek. Kalau ada data tentang kecenderungan historis
konsentrasi senyawa toksik (potensial) juga harus dicatat. Disamping memperhatikan konsentrasi yang ada
dalam air, dengan kemungkinan terjadi di lokasi proyek, maka tim interdisiplin
harus juga mempertimbangkan adanya titik-titik sumber pencemaran yang ada di
daerah aliran sungai.
PENDUGAAN
DAMPAK:
Pendugaan
dampak proyek terhadap senyawa toksik harus mempertimbangkan peluang introduksi
material toksik selama fase konstruksi dan operasionalisasi proyek. Pertimbangan harus diberikan kepada siklus
lingkungan dari berbagai senyawa toksik, yaitu mereka cenderung mengendap dari
larutan (air), menguap ke atmosfer, atau diambil dalam berbagai bentuk
akuatik. Informasi yang ekstensif
mengenai perilaku berbagai senyawa toksik
dalam lingkungan dapat dikaji dari literatur tentang limbah radioaktif,
karena berbagai macam radio-nuklida merupakan isotop dari logam-logam
toksik. Model matematik umumnya masih
belum ada untuk menduga konsentrasi berbagai bentuk senyawa toksik dalam aliran
sungai. Salah satu hal yang harus
diperhatikan adalah kemungkinan terjadinya interaksi sinergistik atau antagonistik
di antara senyawa-senyawa campuran yang dapat menyebabkan efek yang berbeda selain yang disebabkan oleh
masing-masing senyawa toksik secara sendiri-sendiri.
KURVA.FUNGSIONAL:.
Belum
ada kurva fungsional. Kurva fungsional
yang serupa dengan residu pestisida dapat digunakan.
PERHATIAN
KHUSUS:
Kalau
beberapa senyawa toksik atau potensial
toksik ada di lokasi proyek, harus dipertimbangkan keberadaannya secara
sendiri-sendiri dalam pendugaan dampak di lokasi proyek.
36.
VARIABEL: RESIDU PESTISIDA
DEFINISI
DAN PENETAPAN KONDISI AWAL:
Pestisida merupakan istilah kolektif
yang mencakup insektisida, herbisida, dan algaesida yang dapat digunakan ke
lahan atau air, guna mengendalikan gangguan flora dna fauna. Efek pestisida sangat beragam dari satu jenis pestisida ke yang lainnya,
demikian juga beragam antar spesies tumbuhan atau satwa akuatik.
Penetapan rona awaluntuk peubah ini
harus mencakup pengumpulan informasi kualitas air dalam mg/l berbagai residu pestisida di lokasi
proyek. Fluktuasi
musiman harus dicatat , demikian juga kecenderungan historis konsentrasi residu
pestisida. Karena pestisida terutama
bersumber dari lahan pertanian, maka perlu dihimpun informasi tentang sejarah
masa lalu penggunaan pestisida di daerah aliran sungai.
PENDUGAAN
DAMPAK:
Pendugaan
dampak proyek terhadap konsentrasi residu pestisida harus mencakup potensi
masuknya pestisida selama fase konstruksi dan fase operasional proyek. Perilaku residu pestisida dalam perairan
permukaan dapat diperkirakan melalui berbagai informasi ilmiah mengenai
mekanisme transportasinya. Model
matemaktika umumnya belum ada untuk menduga konsentrasi residu pestisida dalam
aliran sungai, demikian juga untuk menduga dampak potensial pembendungan air
terhadap residu pestisida.
Karena
konsnetrasi maksimum yang diperbolehkan snagat beragam di antara pestisida, dan
karena akan sangat “sulit” untuk
menyusun kurva fungsional secara sendiri-sendiri untuk setiap jenis pestisida,
maka kurva fungsional berikut ini disusun berdasarkan rasio konsentrasi yang
ada (atau konsentrasi dugaan) suatu pestisida tertentu dengan konsentrasi
maksimumnya. Kalau hanya ada satu jenis
residu pestisida maka kurva fungsional dpaat digunakan secara langsung. Dalam hal seperti ini, indeks kualitas bragam
secara linear dari 1.0 (zero pesticides) hingga 0.0 kalau konsentrasi eksisting atau hasil pendugaan
mencapai nilai maksimum yang diperbolehkan, maka rasio tersebut tidak
berguna. Untuk mengkaji adanya residu
berbagai pestiside dapat digunakan formula berikut ini:
N
S QIi
i = 1
QI
= ------------------------- (0.9) N
N
dimana:
QI = Indeks kualitas untuk
keseluruhan residu pestisida yang ada; QI i = indeks kualitas
pestisida ke-i yang diperoleh dari kurva fungsional; N = banyaknya macam /
jenis residu pestisida.
PERHATIAN
KHUSUS:
Kalau diketahui
ada penggunaan dua atau tiga jenis
pestisida yang dominan di lokasi proyek, maka tim interdisiplin dapat melakukan
pendugaan dampak secara sendiri-sendiri /masing-masing jenis residu pestisida.
KURVA.FUNGSIONAL:.(Battelle.Environmental.Evaluation.System,.1972)
Indeks
Kualitas
1.0
|
|
|
|
|
|||
0.8
|
|
|
|
|
|||
0.6
|
|
|
|
|
|||
0.4
|
|
|
|
|
|||
0.2
|
|
|
|
|
0.0
0 0. 2 0. 4 0. 6 0.8 1.0
Rasio konsentrasi = (konsentrasi)
/
(konsentrasi maksimum yang diperbolehkan)
37.
VARIABEL: BAKTERI COLIFORM
DEFINISI
DAN PENETAPAN KONDISI AWAL:
Air dapat berfungsi sebagai
kendaraan untuk menyebarkan penyakit. Adanya organisme coliform dalam air
dianggap sebagai bukti kontaminasi
karena organisme ini asal-usulnya
dari dalam saluran pencernaan manusia atau hewan berdarah panas
lainnya. Perlunya uji coliform terhadap
suplai air menjadi semakin kurang penting karena teknologi pengolahan air
bersih semakin efektif mampu melenyapkan
bakteri penyebab penyakit melalui perlakuan desinfeksi. Akan tetapi, uji coliform terus menjadi tetap
penting karena pemanfaatan air untuk jasa rekreasional melibatkan aktivitas
body-contact, dan karena implikasi bahwa penyakit virus dapat ditularkan melalui kontaminasi tinja dalam suplai air. Jalur tidak langsung seperti kontaminasi bahan makanan dengan air irigasi yang
tercemar tinja, dan akumulasi kontaminan oleh oyster, clams, dan bangsa siput
dari perairan pantai yang tercemar
tinja, terus menjadi masalah yang menarik perhatian.
Penetapan kondisi awal untuk
variabel ini akan meliputi pengumpulan informasi kualitas air , termasuk
konsentrasi coliform di lokasi proyek. Konsentrasi
dinyatakan dalam MPN per 100 ml (most probable number). Variasi coliform
musiman harus dicatat, demikian juga kecenderungan historisnya. Selain
memperhatikan konsentrasi coliform dalam air, perlu dideskripsikan kondisi
lingkungan yang dalam rangka untuk menduga total masukan limbah ke dalam
perairan.
PENDUGAAN
DAMPAK:
Pendugaan
dampak proyek terhadap konsentrasi coliform-tinja harus memperhatikan masukan
limbah selama fase konstruksi dan operasi proyek. Perhatian juga harus diberikan pada fenomena kematian alamaiah organisme ini di
permukaan perairan, dan tentu saja juga harus memperhatikan kemungkinan
pertumbuhannya kembali setelah memasuki
kondisi akuatik tertentu.
Sekala
koliform pada kurva fungsional di bawah ini
adalah logaritmik dan diukur dalam unit-unit konvensional
MPN/ 100 ml (Most Probable Number per 100 ml). Pertimbangannya ialah
bahwa baku mutu air minum satu organisme
per 100 ml (100) sedangkan
konsentrasi koliform tinja dalam limbah mentah
dapat mencapai sebesar 106 organisme atau lebih per 100 ml. Fungsi nilai yang dikembangkan
oleh NSF dan ORSANCO (Ohio River Sanitation Commission) juga disajikan. Fungsi yang dikembangkan dlaam Battelle Environmental Evaluation System berada di
antara kedua ekstrim tersebut. Kurva
fungsional yang berbentuk “S” mencerminkan unit-unit perubahan yang tidak konsisten pada zone bawah dan zone atas dari
sekala, dan adanya sifat kritis pada
kisaran 102 hingga 104
MPN/100 ml.
KURVA.FUNGSIONAL:.
(Battelle.Environmental.Evaluation.System,.1972)
Indeks
Kualitas
1.0
|
|
|
|
|
|
0.8
|
|
|
ORSANCO |
|
|
0.6
|
NSF
|
|
|
|
|
0.4
|
|
|
|
|
|
0.2
|
|
|
|
|
|
0.0
100 101 102 103 104 105 106
MPN/100 ml
PERHATIAN KHUSUS:
Kalau data kualitas air yang
tersedia mengindikasikan adanya
organisme penyebab penyakit spesifik, maka tim interdisiplin seyogyanya
menggunakannya dalam kaitannya dengan data koliform tinja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar